Tahu anime Shigatsu wa Kimi no Uso (Your Lie in April) yang rilis pas Fall season 2014 lalu? Anime 22 episode ini sukses menjadi salah satu anime emosional yang begitu dicintai para penggemar anime. Sampai akhirnya pada 2016 kemarin, dibuatlah versi live actionnya dengan cast utama Yamazaki Kento sebagai Arima Kousei, dan Hirose Suzu sebagai Miyazono Kaori.
Sebagaimana banyak orang yang membanding-bandingkan versi live action suatu film dibandingkan dengan versi anime dan juga manga-nya, gue rasa ada sedikit hal yang ingin gue sampaikan setelah gue--baru sempat--menonton versi live action dari Your Lie in April ini.
Beberapa dari review yang kemarin gue baca, sebagian bilang kalo akting-nya Hirose Suzu sebagai Kaori ini dianggap lebay dan dibuat-buat. Ngga cocok kalo dibandingkan dengan Kaori yang di versi anime. Bla bla bla. Bla bla bla.
Pertanyaan yang muncul di pikiran gue: kenapa mesti dibanding-bandingkan dengan yang versi anime?
Nah makanya itu, karena mumpung sekarang juga masih April, maka sekarang gue coba untuk tuangkan apa yang ada di pikiran gue tentang (Kaori) versi live action ini.
Awas spoiler ya!
Gue ngga akan kasih skor berapa-berapanya, baik itu untuk plot, cast, soundtrack, tone-warna filmnya, ataupun blablabla lainnya. Gue di sini cuma mau menyampaikan apa yang gue tangkap setelah nonton live action serial ini. Dan isinya mungkin sama sekali ngga tepat dan ngga pas dengan alur yang sebenarnya. Ah iya, gue juga udah dari dulu nonton versi anime-nya.
![]() |
Theatrical poster Your Lie in April |
Your Lie in April ini garis besarnya mengisahkan tentang perjuangan seorang jenius piano bernama Arima Kousei yang sejak ditinggal sang ibu meninggal dunia, dia tiba-tiba kehilangan kemampuannya mendengar nada saat bermain piano--sebab traumatik atas kematian ibunya. Dan hal itu membuatnya "pensiun" dari kiprahnya dalam per-piano-an.
Lalu bertemulah dia dengan gadis yang tiba-tiba masuk ke dalam dunianya itu, Miyazono Kaori, yang mencoba mengobati rasa traumanya dengan pandangan dan permainannya dalam musik.
Dan dimulailah kisah mereka.
![]() |
Your Lie in April: live action (kiri) dan cover manga vol. 1 (kanan) |
Nah, Your Lie in April yang di versi anime menurut gue lebih menekankan ke viewpoint-nya si Kousei. Fokus lebih banyak pada kisahnya Kousei yang kehilangan kemampuan mendengar saat bermain piano. Tentang bagaimana dia kemudian perlahan-lahan mencoba bangkit lagi, mulai bermain piano lagi, dan akhirnya sampai kembali ikut ke dalam kompetisi. Rasa traumatiknya lebih ditekankan di sini, bagaimana dia selalu dihantui oleh bayang-bayang ibunya, hingga hilangnya nada yang tiba-tiba tenggelam tak terdengar lagi entah di mana suaranya. Tahapan demi tahapan perjuangan Kousei dalam mengatasi rasa traumanya itu disampaikan dengan apik dalam anime ini.
Sedangkan pada Your Lie in April versi live action, gue merasa trauma musik Kousei ini tidak begitu menjadi fokus utama.
Gue merasa versi live action ini lebih menekankan ceritanya pada Your Lie in April dari viewpoint-nya si Kaori.
![]() |
Penampakan pertama Kaori di dalam film |
Bagi Kaori, Kousei adalah orang yang sangat menginspirasinya dalam bermain musik. Nah di sini perlu lo lihat juga, Kaori ini sebenernya jauh di dalam hatinya, aslinya/dulunya adalah orang yang pendiam, pemalu dan jauh dari kata populer. Dia sakit-sakitan sejak kecil, sering keluar-masuk rumah sakit, pernah dioperasi, dan secara fisik juga dia lemah. Lo bayangin lah, orang pemalu kalo jadi musisi tuh bakalan kayak gimana? Naik ke panggung sendirian, main piano/biola ditonton sama orang se-hall. Rasanya pasti malu.
Nah jadi waktu Kaori ini masih umur 5 tahun dulu, dia menonton satu pertunjukan musik. Di situ dia melihat anak seumurannya yang grogi-grogi lucu gitu tampil di atas panggung. Bocah cowok yang jauh kalah kecil dibanding piano besar yang dimainkannya: dialah Arima Kousei. Tapi biarpun grogi dan sempet bikin ketawa para penonton, toh ternyata permainan si Kousei ini sangat menawan dan memukau semua penonton. Begitu juga dengan Kaori, permainan Kousei ini sangat membekas di benaknya: anak yang grogi seperti itu saja bisa kok tampil bagus di atas panggung. Jadi, yang pemalu pun juga pasti bisa. Dari sinilah Kaori menjadi ngefans sama si Kousei.
Dan dari situ juga, Kaori yang sebenernya adalah pemain piano, akhirnya memutuskan untuk berpindah ke biola. Alasannya? Jelas. Biar suatu saat nanti dia bisa bermain bareng di atas panggung bersama Kousei. Wajar lah, lo juga pasti pengen kan tampil bareng sama orang yang menginspirasi dan memotivasi lo?
Tapi trus kenapa pindahnya ke biola? Kenapa bukan harmonika atau kincringan bencong?
Karena kalo di dalam pertunjukan musik itu, kesempatan tampil pianis duet dengan pianis (piano duo) itu kecil. Sedangkan pianis tampil bersama violinis--sebagai pengiring, peluangnya cukup besar. Kincringan bencong mah apa, ngga laku disana. Nah dari situlah akhirnya Kaori berpindah dari pemain piano menjadi biola.
Waktu berjalan, hingga akhirnya Kaori sadar, Kousei ini sudah ngga pernah terlihat lagi tampil di pertunjukan ataupun di kompetisi musik. Kousei ini seperti menghilang gitu aja.
Adil? Engga. Kaori ngerasa ini ngga adil. Dia ngga merasa begitu. Kok bisa-bisanya si Kousei ini seenaknya sendiri menghilang setelah dia memberikan inspirasi kepada Kaori. Gimana rasanya kalo sumber inspirasi lo tiba-tiba ngilang gitu aja?
Sampai akhirnya banyak isu-isu yang beredar kalo si Kousei ini udah "ngga bisa" main piano lagi. Alasannya? Entahlah, siapa yang tau?
Nah waktu kembali berjalan, akhirnya mereka masuk ke SMA (kisah di live actionnya ya). Di situlah akhirnya Kaori melihat si Kousei. Ternyata dia satu sekolah dengan orang yang menjadi sumber inspirasinya. Seneng gak lo kalo kayak gitu? Jelas seneng kan? Kaori juga seneng.
Lalu apa yang akan lo lakukan kalo ternyata lo satu sekolah sama idola lo itu, yang selama ini lo kira dia itu menghilang? Lo pasti bakal mencoba untuk deket sama dia.
Setiap hari Kaori melihat Kousei di sekolah, melihat teman-temannya memanggil-manggil namanya, berjalan bersama, pulang bersama. Membuat dia ingin dekat dengan Kousei juga. Tapi di sinilah muncul masalah pertama:
Bagi Kaori, susah buatnya bisa masuk ke lingkaran pertemanan Kousei. Terlebih ketika dia melihat selalu ada Tsubaki di samping Kousei. Dan juga ada Watari tentunya.
Baginya, untuk bisa dekat dengan Kousei, hampir bisa dibilang mustahil.
Kaori ini sejak kecil sering sakit-sakitan dan bolak-balik masuk rumah sakit. Hingga suatu ketika saat dia sedang dirawat di rumah sakit, dia ngga sengaja melihat ayah dan ibunya menangis di suatu malam. Dari situlah dia menyadari, kalo mungkin saja hidupnya sudah ngga akan lama lagi. Dia tahu penyakitnya sudah semakin parah.
Sedih? Jelas. Takut? Pasti. Tapi kalo lo cuma pasrah dan diem aja dalam kondisi kayak gitu, gue yakin lo pasti bakal menyesali hidup lo.
Di titik inilah, Kaori kemudian seolah merubah personalitinya. Dia ngga mau kalo di sisa hidupnya itu, dia ngga melakukan apa-apa. Dia ngga mau menyesali kehidupannya yang mungkin tak akan lama lagi. Dia ingin melakukan apa yang ingin dilakukannya dan apa yang harus dilakukannya. Pasrah dan diam bukanlah suatu pilihan baginya.
Mulailah dia lalu melepas kacamata-nya. Mulai menggunakan lensa kontak yang sebenarnya benci dipakainya. Merubah gaya rambutnya yang biasanya diikat, dikepang, atau dikuncir, menjadi digerai panjang ke belakang. Dan pembawaannya yang pemalu dan pendiam itu coba dia rubah menjadi seorang yang ceria dan penuh energi.
Tujuannya? Agar dia tidak menyesal di sisa hidupnya itu, karena ada satu hal yang harus dilakukannya: ingin dekat dengan Kousei. Ingin melihat penampilan musiknya lagi. Ingin tampil di atas panggung bersamanya. Dan ingin memberikan kenangan tentang dirinya di benak orang lain.
Caranya dalam bermain biola pun berubah. Dari yang sebelumnya terpatok pada partitur, kini menjadi lebih bebas agar bisa terlepas dari ikatan partiturnya itu. Caranya memainkan biola kini ditujukan agar dia bisa stand-out dan mengenang bagi siapapun yang mendengarnya. Dia ingin agar orang lain bisa menikmati musiknya. Dan agar musiknya itu bisa terus membekas dalam ingatan dan kenangan para pendengarnya. Itulah mimpi seorang musisi. Benar kan?
Selain itu, tujuannya adalah untuk satu hal lagi: dia juga ingin agar orang yang memberinya inspirasi, bisa mengetahui hal itu.
Kaori ingin agar Kousei bisa mendengar juga musiknya. Agar Kousei juga bisa mengenang musiknya. Idola lo kalo sampe bisa terkenang oleh musik lo, sangat wah banget kan rasanya?
![]() |
Her playing violin |
Dari situlah muncul ide yang menjadi masalah kedua: Bagaimana caranya biar Kaori bisa kenal dan dekat dengan Kousei?
Agar bisa masuk ke lingkaran pertemanan Kousei itu, mau ngga mau satu-satunya cara adalah dengan Kaori berbohong (karena ngga mungkin untuk meminta Tsubaki memperkenalkan Kousei pada Kaori).
Berkat kebohongan itulah akhirnya mereka bisa berkenalan. Kaori mengenal Kousei, dan akhirnya tahu alasan kenapa Kousei meninggalkan permainan pianonya. Lalu mulailah Kaori mendorong dan sampai memaksa-maksa Kousei agar dia mau bermain lagi.
Nah fokus utama inilah yang menurut gue jadi poin plus untuk live action ini. Meski pembagian porsi ceritanya sebenarnya masih tetap sama antara kisah Kousei dengan Kaori, tapi menurut gue, cerita di live action ini lebih bisa dinikmati kalo fokus cerita yang lo ambil itu adalah fokus dari point view-nya Kaori. Tentang bagaimana caranya dia dalam mendukung dan mendorong Kousei agar dia bisa mau lagi bermain piano, di samping dia sendiri yang sedang berusaha melawan penyakitnya yang kembali muncul itu.
Di sini jugalah yang sebenarnya bikin gue merasa aktingnya Hirose Suzu terlihat brilian dan apik.
Di awal-awal mungkin lo bakal ngelihat kalo dia itu agak overacting dan berlebihan. Terkesan dibuat-buat dalam reaksinya dalam menanggapi satu situasi. Tapi kalo lo lebih melihat ke sisi personalitinya Kaori, lo bakal sangat maklum. Karena pada dasarnya, Kaori itu pendiam dan pemalu. Merubah personaliti menjadi tiba-tiba ceria dan penuh energi bukanlah hal yang mudah. Susah untuk dipaksakan ataupun dibuat-buat. Dari sini lo bisa paham kalo yang bikin overacting ini sebenernya bukan aktingnya Hirose Suzu, melainkan dari aktingnya Kaori sendiri dalam menjalani kehidupannya. Kalo lo melihatnya dari sisi itu, lo akan merasa kalo aktingnya Hirose ini jadi terlihat perfect.
Karakter Kaori yang "asli" bakalan lo lihat hanya ketika dia sedang bermain biola. Lembut tetapi bebas. Atau ketika dia dihadapkan pada perjuangannya melawan penyakitnya. Itulah Kaori yang sesungguhnya.
![]() |
Setelah tampil untuk yang "pertama kali" bersama Kousei |
Itulah makanya gue pernah berkata, pendalaman karakter itu penting buat plot suatu cerita, anime, film, atau apapun.
Jadi kalo lo ngerasa satu aktor di live action aktingnya terlihat lebay atau terasa kurang, coba lo dalami pengkarakteran tokohnya. Dari situ juga lo akan bisa lebih menikmati cerita yang disajikan.
Cerita atau plot dalam satu live action film pun bisa jadi sedikit atau banyak berbeda dengan versi manga asli ataupun anime-nya. Tapi kalo lo cuma fokus nonton live action cuma karena ingin membandingkan visual si aktor/aktris dengan versi anime atau manga-nya, berarti lo belum bisa menikmati live action itu secara penuh.
Cara menikmati live action itu: coba lo hilangkan semua memori lo tentang cerita itu baik dari versi anime ataupun dari versi manga aslinya. Lupakan semua alur asli cerita itu. Hilangkan makna "film adaptasi" dari pikiran lo. Anggaplah live action itu sebagai satu cerita baru, cerita tersendiri yang lepas dari karya-karya lain. Satu kisah yang benar-benar baru. Jadi, lo menikmati live actionnya itu bener-bener dari nol.
Sama kayak kecewanya orang-orang pada live actionnya Shingeki no Kyojin. Ceritanya jelas menyimpang jauh untuk live action dengan titel "adaptasi dari manga". Dari sudut latar belakang karakter dan penokohan, dan ceritanya pun jauh dari penggambaran asli dari manga-nya. Tapi terlepas dari itu, ibaratkan live action itu adalah stand-alone movie yang bukan adaptasi dari manga atau karya manapun, maka Shingeki no Kyojin yang versi live action itu sebenarnya bisa lo nikmati dengan cukup baik.
Dan back to topic, live action Your Lie in April ini meskipun ngga mengcover cerita bagaimana ribetnya perjuangan Kousei dalam menghadapi rasa traumanya itu, tapi tetep secara garis besar bisa lo nikmati sebagai "film tersendiri" yang lepas dari versi aslinya. Jadi bagi lo yang ngga sempat nonton anime-nya atau ngga sempet baca manga-nya, ngga akan masalah kalo mau langsung menonton versi live actionnya. Ceritanya menarik dan menyentuh, dan akting para tokohnya juga fun to watch.
![]() |
Pertama kali gue liat Hirose Suzu adalah pas dia main di film Umimachi Diary (Our Little Sister), trus ketemu lagi pas dia main di Chihayafuru. |
So overall, Your Lie in April versi live action ini sangat mengena buat gue. Dan gue sangat menikmati Miyazono Kaori-nya Hirose Suzu. Bagi yang merasa aktingnya terlihat lebay dan dibuat-buat, I'm sorry I disagree with you.
While the anime focus more on Kousei, I think this film feels more about Kaori.
![]() |
"Watashi, violinist na no" |
No comments:
Post a Comment